Ini bukanlah sebuah narasi deskripsi, tapi disini penulis ingin memberikan sebuah sajian yang obyektif yang barangkali bisa mengingatkan kita kembali sebuah tanggung jawab yang mau gak mau harus kita emban atau mungkin bahkan sebuah pertanyaan besar menyangkut posisi kita sebagai PENCINTA ALAM.
SIAPAKAH PENCINTA ALAM???
Selama berjalan 3 tahun menjadi pengurus dalam organisasi kepecinta alaman paradigma dan pola berpikir saya dan mungkin sebagian teman-teman saya mengatakan:
- eksistensi kepecinta alaman dapat terjawab dengan kegiatan – kegiatan besar seperti Ekspedisi keluar pulau dengan materi dan lokasi yang baru.
- Bagaimana hutang dan target organisasi akan terjawab ketika pemateri olah raga alam bebas terpenuhi,dan adik-adik kita telah mengaplikasikan materi olah raga alam bebas.
- Seorang pencinta alam akan berbicara kegiatan itu dapat dibanggakan ketika dia telah mencapai puncak tertinggi, sungai dengan jeram terderas, gua terdalam, tebing tertinggi, gua terdalam.
Maka kembali sebuah pertnayaan dilincurkan : SUDAH CUKUPKAH KITA DIKATAKAN SEBAGAI PENCINTA ALAM KETIKA SEMUA HAL DIATAS TERAPLIKASIKAN????
Dalam ilmu hukum saya pernah diajarkan tentang apa yang dinamakan penfsiran hokum,salah satunya adalah penfsiran gramatikal yaitu penfsiran dengan melihat kata, atau frasa yang ada dalam sebuah undang-undang atau hokum. Sekarang bila kita coba untuk menafsirkan secara gramatikal tentang pencinta alam, apakah itu terjawab dengan point-point yang tersebut diatas?? Apakah halk itu sudah terjawab dengan memanjat dan membuat lobang-lobang ditebing?? Apakah sudah terjawab dengan berarung jeram dengan melewati kampong-kampung kumuh yang airnya sudah tercemar limbah??
Sekali lagi dalam tulisan ini saya tidak akan membuat deskripsi tentang apapun,saya hanya mentabulasi pertanyaan yang menggangu dalam otak saya, yang mempertanyakan keeksistensian saya sebagai pencinta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar