Jargon ini sudah lama sekali terdengar dikalangan para pendaki gunung, pecinta alam (mapala,sispala maupun freelance) dan para petualang (mungkin juga termasuk saya atau anda). Apakah "Pendaki Gunung itu Perusak Alam?". Benarkah pameo ini mengisyaratkan bahwa kegiatan mendaki gunung itu merusak alam??? Dalam tulisan kali ini saya ingin berbagi pendapat dan sharing dengan teman-teman apakah pendaki gunung itu perusak alam. Baiklah, tanpa harus berbasa basi lagi saya ingin mengutarakan pemikiran saya, yang mungkin saja sama dengan pemikiran teman-teman
Yah...ketika kita mendaki gunung, kita mungkin melewati jalur (route) yang sudah ada dibuat yang khusus untuk pendakian. Terkadang pula kita terkonsep pada sebuah kegiatan ekspedisi untuk membuat jalur pendakian baru pada sebuah gunung. Nah, dari salah 2 (dua) contoh cara mendaki gunung tersebut, masing-masing mempunyai peranan dalam pelestarian alam, Tergantung dari sudut pandang mana kita akan menilainya.
Jika kita mendaki pada jalur yang sudah ada, kemungkinan kecil kita akan melakukan perusakan (dalam hal ini memotong atau menebas) alam. Ketika kita mendaki melewati jalur yang ada, minimal yang kita tinggalkan adalah "jejak kaki"(footprints). Namun dari beberapa pendakian yang pernah saya lakukan baik itu di gunung-gunung Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Barat melalui jalur yang sudah ada, pemandangan yang saya saksikan Teramat sangat Indah dan mempesona. Namun ada juga pemandangan yang membuat saya (atau anda) pasti akan mengumpat, berguman (bahkan memaki), ketika melihat pohon yang telah dijahili, disayat oleh belati "pendaki jahil" yang tak mau diam. Apalagi melihat setumpuk bebatuan yang sudah berwarna-warni tak karuan bertuliskan nama-nama yang tidak jelas, hanya untuk menunjukan bahwa mereka pernah berada disana. (ohhh...shitt!!). Apalagi jika kita membuang sampah digunung, oh...bisa dibayangkan hampir disetiap pos (shelter) pendakian pasti ditemukan sampah-sampah non-organik yang dengan sengaja ditinggalkan oleh pada "pendaki jahil" tersebut. Sungguh memalukan (dimana MORAL anda wahai "pendaki jahil"...???)
Nah, apabila kita mendaki gunung dalam kegiatan yang terkonsep (misalnya ekspedisi) untuk membuat jalur pendakian baru, maka yang pasti dilakukan adalah "sedikit" membabat hutan (pohon,ranting dan semak) untuk digunakan sebagai jalur pendakian.Oke, baiklah, mungkin bagi kita hanya sedikit membabat hutan. Namun, ada dampak lain yang akan ditimbulkan jika jalur baru tersebut sudah dipublikasikan dan ramai digunakan sebagai jalur pendakian. Apa yang mungkin akan terjadi??? Salah satu jawabannya adalah "sampah". yeah...sampah lagi-sampah lagi.....!!!
Saya pribadi sangat TIDAK SETUJU jika digunung disediakan Tempat Sampah, seperti yang ada pada nasib gunung Gede-Pangrango via jalur Cibodas. Kenapa???? Yeah...karena walaupun sudah dsediakan bak sampah dan "segudang" peraturan yang berlaku pada Gunung ini dan terkesan sangat Ketat dan konservativ, ternyata Sampah-sampah ini hanya berserakan saja pada bak penampungan, bahkan meluber kemana-mana. Pemandangan tersebut saya saksikan ketika mendaki gunung ini pada bulan November 2008 yang lalu. Dalam perjalanan turun, tak lupa saya mengais sedikit dari sampah yang ada itu kedalam 'treshbag' yang saya bawa, namun karena tidak mencukupi maka sampah itu tak dapat saya bawa turun semua, bukan maksud saya untuk menyombongkan diri lho, hanya sedikit berbagi cerita saja. (Padahal kawasan itu merupaka kawasan Taman Nasional)...kok bisa ya...??? Ini terkesan bahwa gunung sebagai tempat sampah (karena difasilitasi oleh bak sampah), sehingga "pendaki jahil" dengan seenaknya saja meninggalkan sampahnya.
Demikianlah sedikit cerita petualangan dan pemikiran saya yang tersirat dalam tulisan ini.....Teman-teman pembaca yang Budiman, tolong berikan komentar anda untuk kita sama-sama sharing dan sedikit mengingatkan "pendaki jahil" tersebut jika kebetulan dia membaca tulisan ini.
Jika Pohon Terakhir sudah ditebang,
Sungai Terakhir Sudah Tercemar,
dan Ikan Terakhir sudah ditangkap,
Maka Manusia akan sadar...
UANG TIDAK DAPAT DIMAKAN
Yah...ketika kita mendaki gunung, kita mungkin melewati jalur (route) yang sudah ada dibuat yang khusus untuk pendakian. Terkadang pula kita terkonsep pada sebuah kegiatan ekspedisi untuk membuat jalur pendakian baru pada sebuah gunung. Nah, dari salah 2 (dua) contoh cara mendaki gunung tersebut, masing-masing mempunyai peranan dalam pelestarian alam, Tergantung dari sudut pandang mana kita akan menilainya.
Jika kita mendaki pada jalur yang sudah ada, kemungkinan kecil kita akan melakukan perusakan (dalam hal ini memotong atau menebas) alam. Ketika kita mendaki melewati jalur yang ada, minimal yang kita tinggalkan adalah "jejak kaki"(footprints). Namun dari beberapa pendakian yang pernah saya lakukan baik itu di gunung-gunung Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Barat melalui jalur yang sudah ada, pemandangan yang saya saksikan Teramat sangat Indah dan mempesona. Namun ada juga pemandangan yang membuat saya (atau anda) pasti akan mengumpat, berguman (bahkan memaki), ketika melihat pohon yang telah dijahili, disayat oleh belati "pendaki jahil" yang tak mau diam. Apalagi melihat setumpuk bebatuan yang sudah berwarna-warni tak karuan bertuliskan nama-nama yang tidak jelas, hanya untuk menunjukan bahwa mereka pernah berada disana. (ohhh...shitt!!). Apalagi jika kita membuang sampah digunung, oh...bisa dibayangkan hampir disetiap pos (shelter) pendakian pasti ditemukan sampah-sampah non-organik yang dengan sengaja ditinggalkan oleh pada "pendaki jahil" tersebut. Sungguh memalukan (dimana MORAL anda wahai "pendaki jahil"...???)
Nah, apabila kita mendaki gunung dalam kegiatan yang terkonsep (misalnya ekspedisi) untuk membuat jalur pendakian baru, maka yang pasti dilakukan adalah "sedikit" membabat hutan (pohon,ranting dan semak) untuk digunakan sebagai jalur pendakian.Oke, baiklah, mungkin bagi kita hanya sedikit membabat hutan. Namun, ada dampak lain yang akan ditimbulkan jika jalur baru tersebut sudah dipublikasikan dan ramai digunakan sebagai jalur pendakian. Apa yang mungkin akan terjadi??? Salah satu jawabannya adalah "sampah". yeah...sampah lagi-sampah lagi.....!!!
Saya pribadi sangat TIDAK SETUJU jika digunung disediakan Tempat Sampah, seperti yang ada pada nasib gunung Gede-Pangrango via jalur Cibodas. Kenapa???? Yeah...karena walaupun sudah dsediakan bak sampah dan "segudang" peraturan yang berlaku pada Gunung ini dan terkesan sangat Ketat dan konservativ, ternyata Sampah-sampah ini hanya berserakan saja pada bak penampungan, bahkan meluber kemana-mana. Pemandangan tersebut saya saksikan ketika mendaki gunung ini pada bulan November 2008 yang lalu. Dalam perjalanan turun, tak lupa saya mengais sedikit dari sampah yang ada itu kedalam 'treshbag' yang saya bawa, namun karena tidak mencukupi maka sampah itu tak dapat saya bawa turun semua, bukan maksud saya untuk menyombongkan diri lho, hanya sedikit berbagi cerita saja. (Padahal kawasan itu merupaka kawasan Taman Nasional)...kok bisa ya...??? Ini terkesan bahwa gunung sebagai tempat sampah (karena difasilitasi oleh bak sampah), sehingga "pendaki jahil" dengan seenaknya saja meninggalkan sampahnya.
Demikianlah sedikit cerita petualangan dan pemikiran saya yang tersirat dalam tulisan ini.....Teman-teman pembaca yang Budiman, tolong berikan komentar anda untuk kita sama-sama sharing dan sedikit mengingatkan "pendaki jahil" tersebut jika kebetulan dia membaca tulisan ini.
Jika Pohon Terakhir sudah ditebang,
Sungai Terakhir Sudah Tercemar,
dan Ikan Terakhir sudah ditangkap,
Maka Manusia akan sadar...
UANG TIDAK DAPAT DIMAKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar