Dampak Kerusakan Lingkungan Terhadap Pemanasan Global
Kerusakan demi kerusakan tersebut menyebabkan terjadinya pemanasan global. Konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal sebagai gas rumah kaca, terus bertambah di udara akibat tindakan manusia melalui kegiatan industri, khususnya CO2 dan chloro fluorocarbon. Yang terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan dari penggunaan batubara, minyak bumi, gas, penggundulan hutan, serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon (CFC) merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari.
Proses pemanasan global dipicu oleh adanya efek rumah kaca, dimana energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta memanasi permukaan bumi; sebaliknya bumi mengembalikan energi tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atmosfer (uap air, karbon dioksida dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, menahan panas seperti rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih rendah dari yang ada sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada. Jadi gas rumah kaca menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman sekitar 60°F/15°C. Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrai gas rumah kaca pada atmosfer bertambah. Sejak awal revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah 15%. Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas pada atmosfer bumi. Mengapa konsentrasi gas rumah kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca.
Sementara lautan dan vegetasi yang bertugas menangkap banyak CO2 tidak mampu mengimbangi pertambahan CO2 dari kegiatan manusia di bumi, hal ini berarti bahwa jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah setiap tahunnya dan berarti mempercepat pemanasan global. Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler, dimana sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan ”energi tak dapat habis” seperti matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah (dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir). Padahal sumber energi ini dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah. Padahal tanah mengandung karbon sebanyak 24 milyar ton dan hutan Indonesia menyumbangkan emisi CO2 sebesar 2.6 milliar ton per tahun, walaupun juga mengandung 19 milliar ton carbon.
Jika diamati maka sumber pencemar utama adalah transportasi, kebakaran hutan, limbah rumah tangga, limbah tambang, dan limbang industri. Selama 1985 – 2000 jumlah kendaraan sebagai sarana transportasi meningkat dari 1.2 juta menjadi 19 juta. Pada tahun 1985 – 1997 seluas 20 juta hektar hutan terbakar dan dibakar, dan pada tahun 1997-1998 luas hutan yang terbakar dan dibakar sebesar 10 juta hektar. Dalam hal limbah rumah tangga – hanya 3-5% yang punya akses saluran limbah rumah tangga, sehingga menyumbangkan Emisi CO2 sebanyak 35 juta ton CO2. Pertambangan menyumbang limbah seperti tailing dan merkuri dalam jumlah yang besar, sedangkan industri lainnya menyumbangkan limbah cair (black liquor) karena system daur ulang limbah yang tidak ada, tidak lengkap, atau tidak baik dan juga menyumbangkan Emisi CO2 sebanyak 275 juta ton per tahun.
Terjadinya Global Warming diakibatkan oleh adanya kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Pengelolaan hutan yang salah dan menyebabkan hutan tropis hancur serta tidak memberikan manfaat yang signifikan baik bagi pemerintah maupun bagi penduduk di sekitarnya. Yang mengeruk keuntungan adalah pengusaha yang secara semena-mena telah menghancurkan hutan yang menjadi tempat menyimpan air dan penghasil oksigen bagi mahluk hidup dan tempat hidup flora dan fauna. Pengelolaan yang salah menyebabkan bencana banjir dan dampak lingkungan lain, rakyat yang sudah miskin tetap miskin dan bahkan menjadi lebih miskin karena hutannya sudah hancur. Bertambahanya suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa perubahan iklim mungkin sudah terjadi sekarang. Selain itu penyebab utamanya adalah adanya konsumsi yang berlebihan. Bukan oleh 80% penduduk miskin di 2/3 belahan bumi, tetapi oleh 20% penduduk kaya yang mengkonsumsi 86% dari seluruh sumber alam dunia. Program konversi minyak tanah menjadi gas juga dapat diambil sebagai contoh bahwa ketidaksiapan pemerintah secara infrastruktur dan juga sosialisasi, menyebabkan banyak orang desa menggunakan lagi kayu bakar dengan merambah hutan, karena untuk memasak mereka sulit memperoleh minyak tanah dan gas, serta harga gas terus membumbung tinggi. Kampanye dalam rangka Pemilu juga memacu kerusakan lingkungan, karena penyumbang dana pemilu bisa jadi disumbang oleh pengusaha pembalakan hutan liar sebagai upaya pencucian uang.
Situasi seperti ini bahkan menjadi lebih buruk lagi dikarenakan banyak dan luasnya areal hutan alam menurun, begitu juga dengan manfaatnya bagi masyarakat. Banyak tanaman liar yang juga komersial, telah dieksploitasi secara berlebihan. Cadangan hutan dan area yang dilindungi oleh pemerintah, dikelola oleh pihak yang dalam pengelolaannya tidak melibatkan komunitas setempat, sehingga mengakibatkan konflik sosial yang seharusnya tidak perlu terjadi. Banyak spesies tumbuh-tumbuhan yang manfaat potensialnya belum diketahui, tetapi spesies tersebut telah berkurang pada tingkat yang membahayakan dan punah lebih cepat dibandingkan laju pengumpulan tumbuhan tersebut untuk dapat diteliti, dikenal dan diregenasikan kembali.
Gaya hidup manusia modern juga menjadi penyebab rusaknya lingkungan. Sampah yang dihasilkan perumahan atau kota turut menyumbang kematian sungai yang mengaliri perkotaan. Bencana itu masih ditambah dengan tumbuhnya industri di sepanjang sungai yang sering digunakan sebagai sarana pembilasan dan pembuangan sampah industri. Hampir semua sungai di Indonesia mengalami tekanan kerusakan fungsi ekosistemnya.
Dampak Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim
Kerusakan demi kerusakan tersebut menyebabkan terjadinya pemanasan global. Konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal sebagai gas rumah kaca, terus bertambah di udara akibat tindakan manusia melalui kegiatan industri, khususnya CO2 dan chloro fluorocarbon. Yang terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan dari penggunaan batubara, minyak bumi, gas, penggundulan hutan, serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon (CFC) merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari.
Proses pemanasan global dipicu oleh adanya efek rumah kaca, dimana energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta memanasi permukaan bumi; sebaliknya bumi mengembalikan energi tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atmosfer (uap air, karbon dioksida dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, menahan panas seperti rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih rendah dari yang ada sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada. Jadi gas rumah kaca menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman sekitar 60°F/15°C. Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrai gas rumah kaca pada atmosfer bertambah. Sejak awal revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah 15%. Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas pada atmosfer bumi. Mengapa konsentrasi gas rumah kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca.
Sementara lautan dan vegetasi yang bertugas menangkap banyak CO2 tidak mampu mengimbangi pertambahan CO2 dari kegiatan manusia di bumi, hal ini berarti bahwa jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah setiap tahunnya dan berarti mempercepat pemanasan global. Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler, dimana sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan ”energi tak dapat habis” seperti matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah (dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir). Padahal sumber energi ini dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah. Padahal tanah mengandung karbon sebanyak 24 milyar ton dan hutan Indonesia menyumbangkan emisi CO2 sebesar 2.6 milliar ton per tahun, walaupun juga mengandung 19 milliar ton carbon.
Jika diamati maka sumber pencemar utama adalah transportasi, kebakaran hutan, limbah rumah tangga, limbah tambang, dan limbang industri. Selama 1985 – 2000 jumlah kendaraan sebagai sarana transportasi meningkat dari 1.2 juta menjadi 19 juta. Pada tahun 1985 – 1997 seluas 20 juta hektar hutan terbakar dan dibakar, dan pada tahun 1997-1998 luas hutan yang terbakar dan dibakar sebesar 10 juta hektar. Dalam hal limbah rumah tangga – hanya 3-5% yang punya akses saluran limbah rumah tangga, sehingga menyumbangkan Emisi CO2 sebanyak 35 juta ton CO2. Pertambangan menyumbang limbah seperti tailing dan merkuri dalam jumlah yang besar, sedangkan industri lainnya menyumbangkan limbah cair (black liquor) karena system daur ulang limbah yang tidak ada, tidak lengkap, atau tidak baik dan juga menyumbangkan Emisi CO2 sebanyak 275 juta ton per tahun.
Terjadinya Global Warming diakibatkan oleh adanya kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Pengelolaan hutan yang salah dan menyebabkan hutan tropis hancur serta tidak memberikan manfaat yang signifikan baik bagi pemerintah maupun bagi penduduk di sekitarnya. Yang mengeruk keuntungan adalah pengusaha yang secara semena-mena telah menghancurkan hutan yang menjadi tempat menyimpan air dan penghasil oksigen bagi mahluk hidup dan tempat hidup flora dan fauna. Pengelolaan yang salah menyebabkan bencana banjir dan dampak lingkungan lain, rakyat yang sudah miskin tetap miskin dan bahkan menjadi lebih miskin karena hutannya sudah hancur. Bertambahanya suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa perubahan iklim mungkin sudah terjadi sekarang. Selain itu penyebab utamanya adalah adanya konsumsi yang berlebihan. Bukan oleh 80% penduduk miskin di 2/3 belahan bumi, tetapi oleh 20% penduduk kaya yang mengkonsumsi 86% dari seluruh sumber alam dunia. Program konversi minyak tanah menjadi gas juga dapat diambil sebagai contoh bahwa ketidaksiapan pemerintah secara infrastruktur dan juga sosialisasi, menyebabkan banyak orang desa menggunakan lagi kayu bakar dengan merambah hutan, karena untuk memasak mereka sulit memperoleh minyak tanah dan gas, serta harga gas terus membumbung tinggi. Kampanye dalam rangka Pemilu juga memacu kerusakan lingkungan, karena penyumbang dana pemilu bisa jadi disumbang oleh pengusaha pembalakan hutan liar sebagai upaya pencucian uang.
Situasi seperti ini bahkan menjadi lebih buruk lagi dikarenakan banyak dan luasnya areal hutan alam menurun, begitu juga dengan manfaatnya bagi masyarakat. Banyak tanaman liar yang juga komersial, telah dieksploitasi secara berlebihan. Cadangan hutan dan area yang dilindungi oleh pemerintah, dikelola oleh pihak yang dalam pengelolaannya tidak melibatkan komunitas setempat, sehingga mengakibatkan konflik sosial yang seharusnya tidak perlu terjadi. Banyak spesies tumbuh-tumbuhan yang manfaat potensialnya belum diketahui, tetapi spesies tersebut telah berkurang pada tingkat yang membahayakan dan punah lebih cepat dibandingkan laju pengumpulan tumbuhan tersebut untuk dapat diteliti, dikenal dan diregenasikan kembali.
Gaya hidup manusia modern juga menjadi penyebab rusaknya lingkungan. Sampah yang dihasilkan perumahan atau kota turut menyumbang kematian sungai yang mengaliri perkotaan. Bencana itu masih ditambah dengan tumbuhnya industri di sepanjang sungai yang sering digunakan sebagai sarana pembilasan dan pembuangan sampah industri. Hampir semua sungai di Indonesia mengalami tekanan kerusakan fungsi ekosistemnya.
Dampak Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim
Perubahan Iklim merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi dunia di abad 21. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam studi mutakhir memperlihatkan bahwa masalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia. Pemanasan global di masa depan lebih besar dari yang diduga sebelumnya. Saat ini kita menghadapi bertambahnya suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa perubahan iklim mungkin sudah terjadi sekarang.
Dalam Panel Antar Pemerintah Mengenai Perubahan Iklim yang diselenggarakan pada bulan Desember 1977 dan Desember 2000, badan yang terdiri dari 2000 ilmuwan tersebut menyebutkan sejumlah realitas yang terjadi saat ini, diantaranya :» Mencairnya es di kutub utara dan selatan sebagai akibat dari pemanasan global menyebabkan dampak yang sangat besar, karena air mempunyai konsep bejana berhubungan, sehingga menyebabkan naiknya permukaan air laut rata-rata 0.57 cm/tahun yang dapat menyebabkan banyak pulau di Indonesia akan terendam dan tenggelam. Diperkirakan bahwa pada tahun 2050 seluruh pesisir Indonesia bakal tenggelam 0.28 – 4.17 meter. Bahkan di DAS Citarum 26 ribu hektar kolam dan 10 ribu hektar sawah terancam terendam air laut,
» Curah hujan rata-rata naik 2-3%, tetapi ada di beberapa tempat di Indonesia yang justru menurun. Serangan angin kencang yang sebelumnya jarang terjadi menjadi lebih sering. Musim hujan menjadi berubah dan selalu terlambat, hal ini menyebabkan petani di beberapa tempat seperti di Subang dan Pati gagal panen. Musim hujan juga menjadi lebih pendek, sebagaimana yang dirasakan di Manggarai – NTT.
» Suhu rata-rata udara di Indonesia naik 0.3 o C per tahun sejak tahun 1990.
» Terumbu karang menjadi rusak karena suhu air laut meningkat 0.2 – 2.5 derajat Celcius setiap tahun, bahkan di pulau Pari – Kep. Seribu terjadi pemutihan 50% terumbu karangnya.
» Kesuburan tanah pertanian merosot hingga 2-8%, sehingga produksi padi menurun 4% per tahun. Pasokan beras lokal di Karawang dan Subang menurun 95%, dan produksi jagung menurun 59% per tahun. Produksi kacang-kedelai turun 10% per tahun.
» Permukaan tanah turun 0.8 cm per tahun
» Bencana-bencana alam lebih sering terjadi dan lebih dahsyat seperti gempa bumi, banjir, angin topan, siklon dan kekeringan akan terus terjadi. Bencana badai besar terjadi empat kali lebih besar sejak tahun 1960.
» Suhu global meningkat sekitar 5 derajat C (10 derajat F) sampai abad berikut, tetapi di sejumlah tempat dapat lebih tinggi dari itu.
» Permukaan es di kutub utara makin tipis.
» Penggundulan hutan, yang melepaskan karbon dari pohon-pohon, juga menghilangkan kemampuan untuk menyerap karbon.
» 20% emisi karbon disebabkan oleh tindakan manusia dan memacu perubahan ilim.
» Sejak Perang Dunia II jumlah kendaraan motor di dunia bertambah dari 40 juta menjadi 680 juta; kendaraan motor termasuk merupakan produk manusia yang menyebabkan adanya emisi carbon dioksida pada atmosfer.
» Selama 50 tahun ini kita telah menggunakan sekurang-kurangnya setengah dari sumber energi yang tidak dapat dipulihkan dan telah merusak 50% dari hutan dunia.
» Negara-negara miskin akan dilanda kekeringan dan banjir, dimana sekitar tahun 2020 penduduk dunia akan terancam bahaya kekeringan dan banjir dan akan menderita luar biasa akibat perubahan iklim karena letak geografisnya serta kekurangan sumber alam untuk penyesuaian dengan perubahan dan melawan dampaknya.
» Biaya tahunan untuk menangkal pemanasan global dapat mencapai 300 miliar dollar, 50 tahun ke depan jika tidak diambil tidakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Jika pemimpin politik kita dan pembuat kebijaksanaan politik tidak bertindak cepat, dunia ekonomi akan menderita kemunduran serius. Selama dekade lalu bencana alam telah mengeruk dana sebesar 608 milliar dollar.
» Panen makanan pokok seperti gandum, beras dan jagung dapat merosot sampai 30% seratus tahun mendatang akibat pemanasan global (Wakil PBB untuk Program Lingkungan Hidup pada Konferensi Perubahan Iklim ke-7 di Maroko November 2001)
» Para petani akan beralih tempat olahan ke pegunungan yang lebih sejuk, menyebabkan terdesaknya hutan dan terancamnya kehidupan di hutan dan terancamnya mutu serta jumlah suplai air. Penemuan baru ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari rakyat pedesaan di negara berkembang sudah mengalami dan menderita kelaparan dan gizi buruk tersebut. Pengungsi akibat lingkungan hidup sudah berjumlah 25 juta di seluruh dunia
Upaya Pencegahan dan Penyelamatan
Lalu apa yang dapat kita lakukan? Sebagai bagian dari populasi dunia, maka yang kita lakukan di Indonesia yang merupakan paru-paru dunia akan sangat berdampak pada dunia. Tetapi pemerintah yang mempunyai kekuatan secara politis perlu mengembangkan struktur yang dapat melindungi lingkungan global dengan melakukan lobi-lobi lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan ikut mendukung persetujuan internasional seperti Protokol Kyoto. Keutuhan lingkungan yang nyata hanya akan dicapai dengan upaya terpadu dari semua pihak. Krisis lingkungan pada dasarnya adalah krisis nilai. Kita membutuhkan suatu model sikap untuk melihat dunia secara berbeda. Pendidikan diperlukan agar masyarakat waspada tidak saja terhadap lingkungan yang mengancam planet tetapi juga waspada terhadap misteri yang mendasari eksistensi planet. Menjaga lingkungan hidup berarti ajakan untuk memperhatikan semua ciptaan dan untuk menjamin kegiatan manusia, sambil mengolah alam, manusia tidak merusak keseimbangan dinamika yang ada di antara semua makhluk hidup yang bergantung pada tanah, udara dan air bagi keberadaannya.Proses pemanasan global
Isyu lingkungan hidup telah menjadi inti pemikiran sosial, politik dan ekonomi karena degradasi yang seringkali menyebabkan penderitaan kelompok miskin dari masyarakat. Resiko akibat perubahan iklim dan bertambahnya bencana alam mendorong untuk mempersoalkan kembali keyakinan masyarakat modern. Berkembangnya gap antara kaya dan miskin tidak boleh membuat orang acuh tak acuh dan mencegah penggunaan berlebihan sumber-sumber alam dan mencegah percepatan hilangnya spesies-spesies.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain membuat sebanyak mungkin sumur resapan air yang dapat menampung air hujan, menyelamatkan hutan mangrove di pantai pantai Indonesia, menghentikan reklamasi pantai dan juga meminta bertanggung jawab terhadap yang sudah mereka lakukan dengan cara membiayai penghutanan kembali pantai pesisir sebagai kompensasi, membenahi kebijakan pengelolaan hutan yang berpihak kepada rakyat dengan melibatkan masyarakat untuk menjaga hutan di daerahnya masing-masing, menanam pohon yang tepat yang bertujuan reintroduksi dan konservasi, misalnya untuk Kalimantan dipilih tumbuhan endemik Kalimantan yang sudah hampir punah, seperti Meranti, Ramin, dan lain-lain, serta merancang cara melindungi sumber-sumber alam. Juga dapat dilakukan pengurangan penggunaan air, pembakaran barang-barang yang tidak dapat didaur ulang, emisi CFC dan emisi pengganti CFC dengan tidak menggunakan aerosol dan menggunakan energi efisien, dan juga pengurangan penggunakan listrik dengan menggunakan lampu hemat energi.
Bahkan baik secara pribadi maupun dengan komunitas, kita dapat mempraktekkan tiga hal berikut, yaitu :1. Mendaur ulang atau menggunakan kembali barang-barang yang tidak dipaket, mencari merk yang memperhatikan lingkungan, mendaur ulang segala yang dapat didaur ulang seperti plastik, kupasan buah segar dan sayur mayur, kertas dan kardus, gelas dan kaleng.
2. Memulai dengan membuat kompos, tambahkan cacing dan juga daun-daun, ranting-ranting dan kotoran dari kebun dan kompos itu akan menjadi pupuk alam untuk tanah.
3. Mendorong industri kerajinan untuk menjalankan tanggungjawab bagi daur ulang bahanbahan sisa dan alat-alat elektro seperti tv dan komputer.
Kita perlu mengingatkan pemerintah setempat akan komitmen mereka untuk mendaur ulang dan mengurangi pemborosan serta mempertahankan hukum daur ulang dan pemborosan agar tetap relevan, mendorong pengusaha setempat agar mengurangi produk-produk paket, mengingatkan otoritas setempat untuk memelihara listrik dan menggunakannya dalam system yang efisien, mengingatkan pemerintah akan komitmen mereka pada deklarasi dan protokol-protokol demi lingkungan hidup, mengingatkan siapa saja agar hidup sederhana di bumi ini dan mengingatkan agar selalu menggunakan dan mendaur ulang barang yang digunakan.
Kondisi Negara Indonesia yang masih berkembang dan penduduknya masih banyak yang miskin, dalam usaha meningkatkan kemampuan ekonominya memanfaatkan hutan, tetapi pengawasan dan perencanaan dari pemerintah harus ditingkatkan.
Dalam konteks internasional, seharusnya beban menjaga kelestarian hutan seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya Indonesia. Oleh karena itu konsep Reduce Emission From Deforestration and Degradation (REDD), suatu konsep mekanisme pembiayaan dari negara industri untuk negara pemilik hutan (salah satu bentuk perdagangan karbon) yang disepakati dalam pertemuan Bali harus didukung oleh semua bangsa di dunia. Walaupun banyak pula yang masih meragukan hal tersebut, seperti beberapa pihak yang menilai hal ini sebagai upaya baru penguasaan pemilik kapital untuk menguasai dan mengawasi hutan di negara berkembang, dan ada penilaian bahwa mekanisme REDD yang ditawarkan Indonesia di Bali dapat membangkrutkan bangsa jika diterapkan di tengah lemahnya penegakan hukum dan kejahatan lingkungan. REDD juga dinilai hanya menguntungkan lembaga keuangan yang mengelola dana itu dan pihak ketiga yang dalam hal ini bisa lembaga konservasi, konsultan, atau lembaga penelitian, sementara masyarakat di sekitar hutan belum tentu dapat manfaatnya. Bahkan ada juga yang menilai bahwa isu pemanasan global (pengurangan emisi gas rumah kaca) yang mendunia saat ini tak jelas ujungnya, karena hanya terkonsentrasi pada soal emisi dan perdagangan karbon dibandingkan dengan hal-hal substansial penyebabnya. Pembagian tanggung jawab memitigasi bencana global tersesat pada model transaksi ekonomi dan perdagangan yang tak mengatasi penderitaan penduduk. Privatisasi atmosfer jelas terlihat dalam perdagangan karbon yang cenderung menerapkan model ekonomi kapitalistik. Padahal menurut Pemerintah Indonesia sendiri REDD dapat memberikan kesempatan kepada negara untuk mendapatkan keuntungan finansial dari potensi hutan tanpa menebang hutan. Sedangkan lembaga konservasi internasional menyambut peluang tersebut sebagai tambahan dana untuk kegiatan konservasi di tiap-tiap wilayah kerja mereka.
Terlepas dari pro dan kontra, hal yang terpenting adalah bahwa pemerintah harus berbenah diri dalam menerapkan kebijakan yang pro lingkungan dan berperan aktif dalam merubah paradigma pembangunan yang selama ini tidak ramah lingkungan menjadi sebaliknya, agar anggapan dunia luar maupun dalam negeri terhadap pemerintah yang dinilai tidak pandai merawat hutan, sehingga tanah yang tadinya subur kemudian diperas habis-habisan demi kepentingan selapis tipis kaum elite dapat dieliminir dan keseluruhan hasil yang diperoleh dari kekayaan alam dalam bumi Indonesia dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat Indonesia. Selamat hari Bumi….
We do not inherit the earth from our ancestors, we borrow it from our children.
Native American Proverb
Didiek S.Hargono,
Alumnus Fak.Kehutanan IPB dan Fak. Ekonomi UI
( Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik – FEUI )
dari : koraninternet.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar