PETUNJUK PENGAMATAN SATWA DI ALAM
Sebelum melakukan pengamatan, terdapat beberapa hal yang perlu Anda perhatikan dan persiapkan, yaitu :
Pakaian
Untuk mengamati satwa hendaknya tidak mengenakan pakaian berwarna cerah dan mencolok, karena hal ini akan membuat satwa takut dengan kehadiran Anda. Gunakanlah pakaian berwarna redup, seperti coklat atau hijau. Yang paling penting untuk diperhatikan adalah pakaian yang dikenakan harus nyaman, menyerap keringat, berkerah, mudah kering bila basah dan memiliki kantung untuk menyimpan buku catatan saku. Sebaiknya Anda menggunakan pakaian berlengan panjang, supaya tidak terganggu oleh gigitan serangga atau tergores duri. Jangan lupa menggunakan topi lapangan dan membawa payung.
Untuk mengamati satwa hendaknya tidak mengenakan pakaian berwarna cerah dan mencolok, karena hal ini akan membuat satwa takut dengan kehadiran Anda. Gunakanlah pakaian berwarna redup, seperti coklat atau hijau. Yang paling penting untuk diperhatikan adalah pakaian yang dikenakan harus nyaman, menyerap keringat, berkerah, mudah kering bila basah dan memiliki kantung untuk menyimpan buku catatan saku. Sebaiknya Anda menggunakan pakaian berlengan panjang, supaya tidak terganggu oleh gigitan serangga atau tergores duri. Jangan lupa menggunakan topi lapangan dan membawa payung.
Perlengkapan Pengamatan
Perlengkapan untuk pengamatan terdiri dari teropong, buku pengenalan jenis satwa (field guide) dan buku catatan lapangan.
Teropong, merupakan alat utama yang harus tersedia dalam melakukan pengamatan satwa. Teropong berukuran 8x30 dan 8x40 adalah yang paling ideal untuk pengamatan di hutan. Jika kita hendak mengamati burung di tempat terbuka, menggunakan teropong berukuran 10x40 akan lebih baik. Sedangkan bila kita akan mengamati satwa di tempat terbuka, teropong satu lensa (monocular) akan lebih baik lagi.
Buku pengenalan jenis (field guide), diperlukan untuk membantu kita mengenali jenis satwa yang kita lihat denga benar. Sayangnya, saat ini belum ada buku pengenalan satwa yang mencakup seluruh Indonesia.
Buku catatan lapangan, harus selalu dibawa oleh pengamat selama melakukan pengamatan. Buku ini sebaiknya memiliki sampul yang tahan air, tidak mudah terlipat dan berukuran kecil supaya dapat disimpan di saku baju atau celana. Jika buku pengenalan jenis sedang tidak ada atau jenis satwa yang diamati tidak dapat ditemukan dalam buku pengenalan jenis yang dibawa, buku catatan lapangan ini akan sangat berguna.
Perlengkapan untuk pengamatan terdiri dari teropong, buku pengenalan jenis satwa (field guide) dan buku catatan lapangan.
Teropong, merupakan alat utama yang harus tersedia dalam melakukan pengamatan satwa. Teropong berukuran 8x30 dan 8x40 adalah yang paling ideal untuk pengamatan di hutan. Jika kita hendak mengamati burung di tempat terbuka, menggunakan teropong berukuran 10x40 akan lebih baik. Sedangkan bila kita akan mengamati satwa di tempat terbuka, teropong satu lensa (monocular) akan lebih baik lagi.
Buku pengenalan jenis (field guide), diperlukan untuk membantu kita mengenali jenis satwa yang kita lihat denga benar. Sayangnya, saat ini belum ada buku pengenalan satwa yang mencakup seluruh Indonesia.
Buku catatan lapangan, harus selalu dibawa oleh pengamat selama melakukan pengamatan. Buku ini sebaiknya memiliki sampul yang tahan air, tidak mudah terlipat dan berukuran kecil supaya dapat disimpan di saku baju atau celana. Jika buku pengenalan jenis sedang tidak ada atau jenis satwa yang diamati tidak dapat ditemukan dalam buku pengenalan jenis yang dibawa, buku catatan lapangan ini akan sangat berguna.
Cara Menggunakan Teropong
Untuk melakukan pengamatan satwa, sebelumnya kita harus menguasai cara-cara menggunakan teropong dengan benar. Berikut ini adalah panduan cara menggunakan teropong :
a. Carilah roda fokus dan penala okuler pada teropong.
b. Tutup lensa obyektif (lensa besar) sebelah kanan dengan tangan dan putar roda fokus hingga obyek terlihat jelas dengan mata kiri.
c. Tutup lensa obyektif sebelah kiri dan putar roda penala okuler hingga obyek terlihat jelas dengan mata kanan.
d. Sekarang teropong Anda sudah ditala untuk kondisi mata Anda, jangan lagi memutar penala okuler.
e. Jika hendak melihat obyek yang berbeda dengan teropong, gunakan roda fokus untuk memperjelas obyek.
Untuk melakukan pengamatan satwa, sebelumnya kita harus menguasai cara-cara menggunakan teropong dengan benar. Berikut ini adalah panduan cara menggunakan teropong :
a. Carilah roda fokus dan penala okuler pada teropong.
b. Tutup lensa obyektif (lensa besar) sebelah kanan dengan tangan dan putar roda fokus hingga obyek terlihat jelas dengan mata kiri.
c. Tutup lensa obyektif sebelah kiri dan putar roda penala okuler hingga obyek terlihat jelas dengan mata kanan.
d. Sekarang teropong Anda sudah ditala untuk kondisi mata Anda, jangan lagi memutar penala okuler.
e. Jika hendak melihat obyek yang berbeda dengan teropong, gunakan roda fokus untuk memperjelas obyek.
Setelah bisa menggunakan teropong dengan baik, maka kita dapat memulai kegiatan pengamatan.
Cara Mengamati Burung
Hal pertama yang harus diingat selama melakukan pengamatan burung adalah bahwa penglihatan dan pendengaran burung sangat peka. Burung akan segera terbang dan menghilang dari pandangan apabila merasa terganggu dengan kehadiran kita. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal di bawah ini :
- Jangan bersuara dan berjalanlah secara perlahan-lahan.
- Jika memungkinkan, carilah tempat untuk persembunyian.
- Gunakan pakaian dan topi dengan warna yang redup (tidak mencolok).
- Amati burung sambil duduk, karena dengan duduk Anda akan dapat bertahan lebih lama mengamatinya.
Hal pertama yang harus diingat selama melakukan pengamatan burung adalah bahwa penglihatan dan pendengaran burung sangat peka. Burung akan segera terbang dan menghilang dari pandangan apabila merasa terganggu dengan kehadiran kita. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal di bawah ini :
- Jangan bersuara dan berjalanlah secara perlahan-lahan.
- Jika memungkinkan, carilah tempat untuk persembunyian.
- Gunakan pakaian dan topi dengan warna yang redup (tidak mencolok).
- Amati burung sambil duduk, karena dengan duduk Anda akan dapat bertahan lebih lama mengamatinya.
Secara garis besar, teknis pencatatan hasil pengamatan burung di lapangan adalah sebagai berikut :
- Catat tanggal, waktu dan lokasi pengamatan.
- Gambarkan lokasi pengamatan (misalnya di perumahan, kebun, hutan, dan lain-lain).
- Catat kondisi cuaca pada saat melakukan pengamatan.
- Catat jenis-jenis burung yang dijumpai selama pengamatan.
- Catat tanggal, waktu dan lokasi pengamatan.
- Gambarkan lokasi pengamatan (misalnya di perumahan, kebun, hutan, dan lain-lain).
- Catat kondisi cuaca pada saat melakukan pengamatan.
- Catat jenis-jenis burung yang dijumpai selama pengamatan.
Pada kenyataannya, di lapangan seringkali kita menemukan jenis-jenis burung yang relatif sulit untuk dikenali (diidentifikasi). Untuk jenis-jenis seperti ini kita harus melihatnya dari jarak yang cukup dekat, supaya bisa menggambarkannya dengan jelas di buku catatan lapangan. Gambar dalam buku catatan lapangan sebaiknya meliputi bentuk dasar, warna bulu sayap, warna kepala, bentuk paruh, warna perut dan ukuran tubuhnya. Untuk menentukan ukuran sebaiknya menggunakan burung-burung yang telah Anda kenal sebagai acuannya, misalnya lebih besar dari burung gereja, tetapi lebih kecil dari burung jalak. Jangan sekali-kali mengandalkan ingatan semata, tetapi harus selalu dibiasakan untuk menggambarkannya di buku catatan lapangan.
- Catat jumlah individu masing-masing jenis burung yang kita jumpai
Menghitung jumlah burung yang mengelompok seperti burung pantai, akan relatif sulit, terutama bagi pengamat pemula. Cara melatihnya adalah dengan mengamati sekelompok burung dan memperkirakan jumlahnya, kemudian hitung satu persatu. Adakah perbedaan antara jumlah sebenarnya dengan perkiraan kita?
- Catat aktifitas dari burung yang sedang Anda amati, misalnya sedang makan, berkicau, menisik, dan lain-lain.
- Catat interaksinya dengan lingkungan sekitar, misalnya sedang berkejaran dengan jenis burung lain atau sedang bertengger di atas kerbau, dan lain-lain.
- Kompilasikan data pengamatan Anda dalam suatu buku / lembar catatan pengamatan.
- Catat interaksinya dengan lingkungan sekitar, misalnya sedang berkejaran dengan jenis burung lain atau sedang bertengger di atas kerbau, dan lain-lain.
- Kompilasikan data pengamatan Anda dalam suatu buku / lembar catatan pengamatan.
Mengenal Satwa Primata di Alam
Di dunia terdapat 195 jenis primata, 40 jenis diantaranya hidup di Indonesia. Dari 40 jenis tersebut, 5 diantaranya hidup di hutan alami Pulau Jawa, yaitu : Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Lutung Jawa (Trachypitecus auratus), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Kukang (Nycticebus coucang).
Primata atau jenis monyet merupakan hewan yang karena keunikannya banyak diteliti oleh para peniliti, baik dari manca negara maupun dari dalam negeri sendiri. Sejak dulu, satwa primata telah dieksploitasi oleh manusia untuk keperluan kehidupan manusia dan cenderung lebih bersifat negatif, seperti banyak dijadikan hewan percobaan dalam bidang medis, bahkan sering dijumpai sebagai satwa tontonan seperti sirkus dan sejenisnya.
Padahal, primata seharusnya tetap dilestarikan di alam, karena satwa ini banyak membantu manusia dalam menjaga kelestarian hutan, dan hutan merupakan sumber air, penjaga keseimbangan iklim, sumber bahan obat-obatan, sumber plasma nutfah, serta banyak lagi fungsi hutan lainnya yang bisa memberikan kelestarian bagi kehidupan manusia. Dan kegiatan pengamatan satwa primata akan memberikan keasyikan tersendiri apabila dilakukan di lingkungan tempatnya hidup, yaitu di hutan.
Di dunia terdapat 195 jenis primata, 40 jenis diantaranya hidup di Indonesia. Dari 40 jenis tersebut, 5 diantaranya hidup di hutan alami Pulau Jawa, yaitu : Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Lutung Jawa (Trachypitecus auratus), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Kukang (Nycticebus coucang).
Primata atau jenis monyet merupakan hewan yang karena keunikannya banyak diteliti oleh para peniliti, baik dari manca negara maupun dari dalam negeri sendiri. Sejak dulu, satwa primata telah dieksploitasi oleh manusia untuk keperluan kehidupan manusia dan cenderung lebih bersifat negatif, seperti banyak dijadikan hewan percobaan dalam bidang medis, bahkan sering dijumpai sebagai satwa tontonan seperti sirkus dan sejenisnya.
Padahal, primata seharusnya tetap dilestarikan di alam, karena satwa ini banyak membantu manusia dalam menjaga kelestarian hutan, dan hutan merupakan sumber air, penjaga keseimbangan iklim, sumber bahan obat-obatan, sumber plasma nutfah, serta banyak lagi fungsi hutan lainnya yang bisa memberikan kelestarian bagi kehidupan manusia. Dan kegiatan pengamatan satwa primata akan memberikan keasyikan tersendiri apabila dilakukan di lingkungan tempatnya hidup, yaitu di hutan.
Cara Mengamati Primata di Alam
Siapkan alat-alat yang diperlukan untuk pengamatan, antara lain teropong, peta lokasi, kompas, altimeter, jam tangan, rain coat / payung, buku / lembar catatan, alat tulis, alat perekam seperti tape atau kamera, buku panduan lapangan tentang primata, pakaian dan tas lapangan yang memadai.
Lakukan pencarian / survey lokasi ke tempat-tempat primata biasa ditemukan. Setelah kelompok primata ditemukan, lakukan pengamatan dan catat data-data, seperti pohon tempat beraktivitas makan, istirahat, dan lain-lain. Hitung jumlah individu dalam kelompoknya. Coba untuk mengetahui jenis kelamin dan kehidupan sosialnya, seperti yang mana pimpinan kelompoknya, catat nama-nama bagian tumbuhan yang dimakan, dan lain-lain.
Siapkan alat-alat yang diperlukan untuk pengamatan, antara lain teropong, peta lokasi, kompas, altimeter, jam tangan, rain coat / payung, buku / lembar catatan, alat tulis, alat perekam seperti tape atau kamera, buku panduan lapangan tentang primata, pakaian dan tas lapangan yang memadai.
Lakukan pencarian / survey lokasi ke tempat-tempat primata biasa ditemukan. Setelah kelompok primata ditemukan, lakukan pengamatan dan catat data-data, seperti pohon tempat beraktivitas makan, istirahat, dan lain-lain. Hitung jumlah individu dalam kelompoknya. Coba untuk mengetahui jenis kelamin dan kehidupan sosialnya, seperti yang mana pimpinan kelompoknya, catat nama-nama bagian tumbuhan yang dimakan, dan lain-lain.
Dikutip dari buku "Panduan Singkat Pengamatan Satwa Liar", yang dikeluarkan oleh KONUS (Konservasi Alam Nusantara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar